Minggu, 15 Januari 2012

Racikan Pedas Drummer Band Cadas


BANDUNG :-Biji-biji cabai bertaburan di atas daging yang ukurannya segenggam telapak tangan orang dewasa. Warnanya legam sedikit mengkilap. Saat irisan daging menempel di lidah, rasa manis kecap langsung terasa. Tapi yang agak berbeda dengan iga bakar biasa, ada rasa kapulaga, cengkeh, juga jahe, sebelum pedas cabai rawit menggoyang lidah.

Iga Bakar Rawit itu salah satu menu andalan Warung Legoh di Jalan Sultan Agung nomor 9, Bandung. Disajikan bersih tanpa tulang, daging terasa empuk dan cukup kaya rasa.

Sedikit bocoran resep dari dapurnya, daging itu dimasak dulu selama 5 jam dengan api kecil bersama bawang merah, bawang bombay, jahe, dan rempah. Setelah bumbu meresap lalu dibakar, daging dipoles cairan kental campuran mentega, kecap manis, dan biji cabai rawit. Semangkuk sup panas berisi irisan kembang kol, tomat, dan daun bawang, yang berendam di dalam kuah gurih ikut menemani.

Beragam aneka masakan lain yang ditandai acungan jempol di buku menunya, antara lain, ayam, bebek, cumi-cumi, atau lele berbumbu rica merah menyala. Ada pula lele cabai hijau, nasi goreng atau kwetiau rica, serta nasi goreng hitam yang warnanya berasal dari tinta cumi-cumi. Harganya berkisar Rp 9 ribu sampai 24 ribu.

Kalau belum tahu, silakan kaget. Sebab semua racikan menu itu kreasi Leon Ray Legoh, 36 tahun, drummer band musik cadas Koil. Kedua tangan lelaki tambun berambut panjang itu di dapur ternyata sama lihainya seperti di atas panggung. Rasa pedas yang banyak terselip di menu warungnya bisa ditebak, karena lelaki kelahiran Bandung itu berasal dari keluarga Menado.

Warung makan itu didirikan Leon pada 2003. Sementara dua personel Koil, kakak beradik Verdijantoro alias Otong sang vokalis dan gitaris Donnijantoro bersama dua temannya, mendirikan toko distro berlabel God Inc. Sampai sekarang, usaha bisnis personel band tersebut berjalan berdampingan. Toko berada di bagian depan rumah sewaan seberang sekolah Santo Aloysius itu, sedangkan warung di halaman samping beratap. "Usaha ini membuat citra band yang terkesan ugal-ugalan dan suka mabuk-mabukan jadi berubah," katanya.

Cita-cita punya warung itu muncul dari kepala Otong dan Leon. Kalau lagi kumpul, mereka ingin bisa ngobrol sambil makan di dapur. "Seperti di film-film mafia, bosnya masak sendiri buat anak buahnya," kata Leon. Modal awal warung Rp 30 juta, habis untuk membeli peralatan masak, tempat makan, dan perbaikan tempat agar layak sebagai warung. Setelah semuanya siap, masalah vital muncul. Leon kehabisan uang sehingga tak bisa membayar koki.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung pada 2003 itu akhirnya nekad. Dari biasa keluar masuk dapur rekaman, ia turun ke dapur untuk belajar masak dari nol ke ibunya. "Bumbu rica jadi menu pertama yang saya bisa," katanya. Untuk belajar masakan Cina, ia rajin menyambangi rumah makan di Jalan Cibadak dan Gardujati untuk melihat cara pembuatan dan mencicipi bumbunya.

Tiga bulan berguru, lima hasil masakannya seperti ayam rica, mie dan nasi goreng, serta capcay disajikan dengan  nasi rames. Baru setelah punya 20 menu buatan sendiri, konsep warung itu berubah ke makanan dadakan.



Walau sampai sekarang ada beberapa menu yang bumbunya belum dapat, tapi racikannya sudah mampu menggaet lidah pelanggan. Sebagian menu lahir dari permintaan tamunya. Perlu waktu berbulan-bulan buat Leon untuk menemukan rasa yang pas di lidahnya dan tampilannya menarik.

Soal pemakaian bumbu makanan Indonesia, kata dia, agak berbeda dengan komposisi makanan aslinya. Ibunya suka protes. Ia pun suka takut ditanya soal bumbu kalau yang datang makan ke warungnya itu kelompok ibu, terutama teman-teman ibunya yang jago masak. "Saya lebih suka menjelaskan bumbu ke koki karena lebih terbuka," ujarnya.

Kalau tak ada jadwal pentas, ia masih suka turun ke dapur sebagai koki kepala untuk melayani pesanan tamunya. Sejak lima bulan lalu, Leon membuka warung baru bernama sama. Tempat di Jalan Taman Cibeunying Selatan nomor 3 itu lebih menonjolkan rasa masakan khas Menado berbahan utama makanan laut. "Pedasnya pas, jadi rasa bumbu dan makanannya masih terasa," kata Abdul Rifai, 53 tahun. Tamu asal Jakarta itu memesan cumi bakar rica dan cakalang woku.

Sebelum beranjak, tak ada salahnya memesan keju aroma untuk dibawa pulang. Kudapan seharga Rp 6 ribu itu berupa batang keju yang dibungkus kulit tepung dengan taburan gula pasir, tanpa pisang. Dijamin, pasti ketagihan.








http://www.tempo.co/read/news/2012/01/15/201377408/Racikan-Pedas-Drummer-Band-Cadas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post